Gaya hidup berkelanjutan atau yang bisa disebut sustainable lifestyle sedang marak belakangan ini. Kesadaran masyarakat untuk lebih bijak dalam beraktivitas agar tidak merusak lingkungan memotivasi untuk memilih bahan-bahan yang ramah lingkungan sebagai bahan makanan dan sandang, memanfaatkan bahan-bahan bekas atau bahan yang ramah lingkungan dalam setiap sendi aktivitas. Salah satu brand fashion yang memperkenalkan busana ecofashion adalah Semilir Ecoprint yang diinisiasi oleh Alfira Oktaviani.
Semilir, Trend Eco
Fashion yang Ramah Lingkungan
Semilir Ecoprint dapat disebut sebagai ikon dalam
industry sustainable fashion di Indonesia. Proses pembuatan Semilir Ecoprint menggunakan
bahan-bahan ramah lingkungan. Bahan dedaunan menjadi ciri khas brand yang
menonjol dalam gaya hidup berkesinambungan. Motif-motif Semilir Ecoprint yang
unik dan mengangkat warisan budaya Indonesia merupakan alasan Semilir patut
dibanggakan.
Salah satu keunggulan Semilir adalah penggunaan kulit
kayu lantung Bengkulu dalam proses ecoprint. Sebelumnya mungkin tidak banyak
yang mengetahui bahwa Bengkulu memiliki kayu khas asli daerahnya. Bahkan kulit
kayunya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan karya seni fashion yang unik,
cantik sekaligus ramah lingkungan.
sumber : IG semilir_ecoprint |
Semilir Ecoprint mulai dikenal masyarakat di akhir
tahun 2018. Alfira Oktaviani, atau yang biasa disapa sebagai Fira bereksperimen
membuat brand Semilir sejak awal tahun 2018. Kerja kerasnya selama setahun
menghasilkan karya fashion yang elegan dan menarik perhatian masyarakat pecinta
adibusana.
Ditinjau dari sejarahnya, kain lantung khas Bengkulu
mulai dikenal masyarakat Bengkulu di zaman Jepang. Kain lantung ini semula
hanya berupa semacam kain penutup kepala yang digunakan membawa barang dagangan
ke pasar atau hasil kebun ke rumah. Ketika masa penjajahan Jepang dan kehidupan
masyarakat semakin sulit, kebutuhan akan sandang dan pangan kiat menghimpit,
maka kain lantung mulai digunakan sebagai kain bahan pakaian, selimut dan
sarung.
Kulit kayu Lantung berasal dari pohon Trap dengan nama
ilmiah Artocarpus Ertalicus. Pohon Trap adalah pohon jenis
sukun-sukunan, yang mempunyai getah sehingga tidak mudah rusak dan bisa
digunakan layaknya benang dan dijadikan kain. Nama Lantung ini berasal dari
proses pembuatannya. Kulit-kulit kayu yang dikelupas dari inti batang kayu
dipukul-pukul sehingga mengeluarkan bunyi tung..tung..tung.
Kain Lantung terkesan sebagai kain yang sederhana. Harganya
pun hanya sekitar lima ribu rupiah per lembarnya. Fira tergerak untuk
meningkatkan value kain khas Bengkulu ini dalam bentuk busana ecoprint.
Mengenal
Alfira Oktaviani Lebih Dekat
Ketika Alfira Oktaviani diberitakan berbagai media
massa sebagai salah satu penerima apresiasi Satu Indonesia Awards 2022 dalam
bidang kewirausahaan dengan mengusung Lantung Bengkulu dengan Keindahan
Ecoprint, sebagian besar masyarakat mengira bahwa Fira memiliki latar belakang
Pendidikan yang berkaitan dengan desainer dan fashion. Namun Fira ternyata
adalah seorang apoteker dan ia berasal dari Yogyakarta. Bagaimana Fira bisa
menggeluti kain lantung khas Bengkulu? Kisahnya bermula ketika saat pulang
kampung, ayah Fira yang asli Bengkulu melontarkan tantangan kepadanya untuk
meningkatkan value kain souvenir khas Bengkulu ini. Maka ide membuat busana
Ecoprint berbahan dasar kain Lantung menjadi pilihan Fira.
Sumber : IG semilir_ecoprint |
Di awal-awal memperkenalkan ecoprint kain Lantung Fira
menghadapi berbagai tantangan namun juga menerima apresiasi dari masyarakat
yang luar biasa. Ecoprint merupakan hal baru bagi sebagian besar masyarakat
saat itu, ketertarikan masyarakat Bengkulu semakin besar karena mengeksplorasi
kain khas daerahnya. Masa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Fira dihabiskan untuk
mengedukasi dan memberikan pelatihan mengenai ecoprint dari kain Lantung.
Pelatihan dan bimbingan yang diberikan Fira dan kawan-kawannya dimulai dari
informasi dan teknik dasar hingga proses pengolahan dan prospek pemasaran.
Perjuangan Fira dan kawan-kawannya memperkenalkan
ecoprint kain Lantung butuh waktu yang tidak sebentar namun hasilnya cukup
memuaskan. Pada tahun 2020 tim Semilir dinyatakan lolos Fasilitasi Bidang
Kebudayaan (FBK) berkat upayanya mengeksplorasi Lantung dan mengedukasi
masyarakat tentang ecoprint Lantung. Apresiasi FBK berupa bantuan pemerintah
dalam bentuk dana binaan. Tim Semilir Ecoprint merupakan salah satu komunitas
yang dianugerahi apresiasi FBK berkat sumbangsihnya dalam melestarikan warisan
budaya bangsa. Oleh Tim Semilir Ecoprint dana bantuan tersebut dimanfaatkan
untuk terus berkarya, menggali sejarah dan dokumentasi serta peningkatan
kualitas kain Lantung.
Semilir Ecoprint menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Berkolaborasi dengan mahasiswa Institut Seni Indonesia, Semilir
Ecoprint rintisan Alfira Oktaviani ini juga memanfaatkan media daun jati dalam
pembuatan Ecoprint. Tas BETA merupakan produk Ecoprint hasil kolaborasi Semilir
dan anak-anak ISI yang dikenal mendunia. Kolaborasi ini terkenal mendukung
kampanya konservasi hewan kukang Jawa. Sebagian keuntungan penjualan Tas Beta
disumbangkan untuk konservasi kukang Jawa dan satwa liar lain yang terancam
punah yang berada di hutan Kemuning, Temanggung, Jawa Tengah.
Alfira Oktaviani merupakan contoh generasi muda yang
peduli terhadap lingkungan hidup dan pelestarian budaya warisan bangsa. Semoga
di masa depan jejak langkah inspiratif Alfira Oktaviani dalam melestarikan
budaya bangsa dan menunjang gaya hidup berkesinambungan ini memotivasi para
penggerak di kalangan anak muda untuk berbuat kebaikan secara konsisten dan tak
kunjung padam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar