Usianya baru 36 tahun namun visi dan misi hidupnya melambung tinggi. Berupaya mengupayakan kebaikan bagi masyarakat sekitar dan lingkungan hidup. Arky Gilang Wahab, warga Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah ini adalah satu dari segelintir pemuda yang memiliki kepedulian terhadap pengolahan sampah, utamanya sampah organik.
Masalah sampah organik tidak kalah pelik jika dibandingkan dengan sampah anorganik. Masalah terbesar dari sampah organik adalah bau menusuk jika sampah menumpuk. Sementara proses penguraian sampah organik terkadang butuh waktu lama, sedangkan aktivitas manusia dalam menghasilkan sampah organik terutama sisa-sisa bahan makanan tak dapat dicegah. Tak jarang petugas kebersihan, baik yang bertugas mengangkut sampah dari rumah ke rumah maupun yang bertugas di Tempat Pengolahan Akhir kewalahan mengelola sampah agar tidak menjadi sumber polusi bau.
Greenprosa, proyek pengolah sampah rintisan Arky Gilang Wahab
Kesulitan yang dialami para petugas kebersihan tersebut diakui Arky Gilang Wahab memotivasinya untuk membantu mengelola sampah organik agar lebih cepat terurai. Sarjana Teknik Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menyalurkan idenya untuk budi daya maggot yaitu larva lalat Black Soldier Fly (BSF) untuk mendekomposisi sampah organik ketika kembali ke Banyumas di tahun 2018. Saat itu Banyumas sedang mengalami krisis sampah. Arky tergerak untuk membenahi manajemen sampah di kampung halamannya.
Ditunjang dengan pengetahuan secara otodidak dari berbagai sumber, muncul ide membudidayakan maggot untuk membantu menguraikan sampah organik. Arky mengaku bahwa saat itu selain dirinya hanya ada adik dan seorang temannya yang merintis proses dekomposisi sampah organik menggunakan maggot. Ia menamai proyeknya sebagai Greenprosa dan dimulai dengan mengelola sampah dari tiga rumah saja “Dalam waktu setahun, Greenprosa telah berhasil mendekomposisi sampah organik dari Desa Banjaranyar,” ungkap Arky Gilang Wahab membeberkan keberhasilan proyek pengolahan sampah.
Sepak terjang Arky Gilang bersama Greenprosa dalam mengelola sampah kian mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait. Bermula dari mengelola sampah tiga rumah saja, kemudian mengelola sampah satu desa dan berlanjut hingga mengelola sampah se-Banyumas. Arky Gilang Wahab mengungkapkan bahwa di tahun 2020 Greenprosa menerima suplai sampah dari Dinas Lingkungan Hidup Banyumas hingga 3 truk atau setara 5-6 ton.
Maggot Semakin Berlimpah, Sudah Usaikah Urusan Sampah?
Greenprosa rintisan Arky Gilang Wahab semakin banyak membudidayakan maggot dan semakin banyak menerima limpahan sampah dari berbagai daerah. Arky mengaku pihaknya memperluas kerja sama dengan berbagai mitra baru, terutama pengelola Tempat Pembuangan Sampah, yaitu TPST Sokaraja dan TPST Karangcegak Sumbang. Kerja sama pengelolaan sampah organik juga dilakukan dengan TPA BLE. Semakin besar Apakah dengan demikian usai sudah urusan sampah? Bagaimana nasib maggot yang kian melimpah?
Ternyata maggot adalah komoditas yang bernilai ekonomis tinggi. Sampah organik yang didekomposisi maggot tidaklah bersisa. Hasil dekomposisi menjadi pakan maggot dan sisa-sisa hasil dekomposisi menjadi kasgot yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Terbukti tanaman padi yang dipupuk dengan pupuk organik hasil dekomposisi sampah organik tumbuh lebih subur.
Maggot juga merupakan komoditas yang menjanjikan. Berdasarkan penelitian, maggot memiliki kandungan protein tinggi dan bisa dimanfaatkan sebagai pelengkap pakan ikan, sehingga membantu para petambak atau petani ikan meraih hasil panen lebih optimal.
Arky Gilang sebagai penerima Apresiasi SATU Indonesia Award tahun 2021 kategori lingkungan telah menunjukkan bahwa dari sampah, sisa-sisa aktivitas manusia yang terbuang bisa menjadi sumber uang. Menurutnya pangsa pasar penjualan maggot terutama di dunia internasional masih sangat luas. “Greenprosa baru mensuplai sekitar 120 ton maggot setiap bulan, sementara kebutuhan maggot di pasaran sekitar 1000 ton setiap bulan,” ungkap Arky.
Omset penjualan maggot Greenprosa setiap bulan mencapai 500 juta rupiah. Arky mengaku bahwa pihaknya masih kewalahan memenuhi permintaan dari Jepang. Setiap bulan Jepang membutuhkan pasokan 400 ton maggot, sementara Greenprosa baru mampu mensuplai sekitar 1/3 dari total kebutuhan.
Perkembangan Greenprosa kian nyata
Arky Gilang dan Greenprosa yang didirikannya kian nyata berkiprah bagi Indonesia. Dalam jangka waktu empat tahun yaitu 2018 – 2022 proyek pengolahan sampah organik ini telah mampu menyerap sampah organic hingga 60 ton perhari. Dalam pengoperasiannya Greenprosa dibantu 2500 mitra untuk mengolah sampah. Pihak Greenprosa mampu mengelola 40 ton sampah per hari dan mitranya mengelola 20 ton sampah sisanya.
Kiprah Arky Gilang mengolah sampah terus berkibar. Tak hanya bergerak mengelola dekomposisi sampah di Banyumas sekitarnya, Arky juga menerima tawaran dari Taman Safari Indonesia Bogor untuk mengelola sampah organik di obyek wisata ini. TSI mengharapkan proses pengolahan sampah organik di sana menghasilkan maggot untuk pakan ikan dan pupuk bekas maggot (kasgot) untuk berbagai tumbuhan di TSI. Dekomposisi sampah organik metode maggot yang dilakukan Arky Gilang juga menarik minat beberapa mitra Greenprosa hingga di Salatiga, Semarang dan Pekalongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar