Setiap ujian tengah semester dan ujian semester maka level bawel emak satu ini naik beberapa tingkat. Bukan hanya suara saja yang naik beberapa oktaf. Level emosi juga naik beberapa tingkat lebih tinggi. Apalagi kalau ngajarin Devin si tengah, emosi lebih sering muncul daripada sabar.
Jika mengajari si sulung saya masih bisa santai dan tersenyum, namun beda lagi jika ngajarin Devin yang kelas 6 SD. Bukan hanya suara yang naik beberapa tingkat, terkadang buku tulis pun bisa menjadi sasaran emosi saya dan habis diremas-remas karena menahan emosi. Saya memang bukan tipe ibu yang sabar dan mempunyai kesabaran tinggi. Saya akui saya lemah dalam hal kesabaran. Dan tingkat kesabaran saat ujian benar-benar menguap entah kemana. Alhasil boro-boro bisa paham mata pelajaran yang diajarkan, Devin lebih suka menangis melihat emaknya emosi dan memilih untuk tidak belajar lagi. Hiks...
Sebenarnya dia termasuk anak cerdas menurut gurunya. Dia cerdas di bidang tertentu namun lemah di hal lain. Tapi entahlah aku yang kurang bisa melihat potensi kecerdasannya atau aku yang kurang mengetahui gaya belajar yang tepat buat dia. Alhasil nilainya selalu jauh dari yang diharapkan. Jika si sulung diajarin satu dua kali sudah mengerti, dia harus berulang kali lebih dari 7 kali baru paham. Terkadang emaknya frustasi. Mungkin karena saya membandingkannya dengan kakaknya yang sekali dua kali belajar langsung paham. Atau mungkin ekspetasi saya untuk anak terlalu tinggi.