Dalam dunia bisnis di Indonesia maupun internasional, Sukanto Tanoto merupakan nama besar. Ia adalah pendiri grup korporasi Royal Golden Eagle. Perusahaan yang didirikannya ini termasuk raksasa di bidangnya.
Sumber : Royal Golden Eagle |
Lihat saja aset yang dimilikinya. Royal Golden Eagle ditaksir senilai 18 miliar dollar Amerika Serikat. Perkiraan itu masuk akal melihat lingkup kerja perusahaan Sukanto Tanoto ini karena Royal Golden Eagle beroperasi di berbagai sektor industri.
Mereka bergerak di bidang kayu lapis, pulp and paper, kelapa sawit, serat viscose, hingga energi. Selain itu, Royal Golden Eagle tidak hanya berkembang di Indonesia. Korporasi ini juga memiliki sayap bisnis di Malaysia, Singapura, Filipina, Finlandia, Tiongkok, Brasil, hingga Kanada. Dari semua negara itu, ada 60 ribu lebih karyawan yang dipekerjakan oleh mereka.
Tak heran, sebutan Raja Sumber Daya melekat kepada Sukanto Tanoto. Hal itu muncul karena pria kelahiran Belawan ini mampu memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah di negeri kita menjadi komoditas bernilai tinggi.
Tentu saja banyak yang ingin meraih kesuksesan dalam membangun kerajaan bisnis seperti Sukanto Tanoto ini. Untung sosok kelahiran 25 Desember 1949 ini tak pelit membagi ilmu. Dia menyatakan keberhasilannya hanya karena prinsip hidup yang dipegang erat-erat. Ia menyebutnya sebagai spirit pantang menyerah. “Don’t give up without a fight,” ujar Sukanto Tanoto.
Prinsip serupa juga banyak dipegang oleh orang-orang besar di dunia. Bukan hanya Sukanto Tanoto, pebisnis lain, olahragawan, hingga pemimpin bangsa terkemuka di dunia banyak yang memiliki pola pikir senada.
Ambil contoh Jack Ma, seorang pendiri korporasi e-commerce untuk consumer-to-consumer, business-to-consumer, atau business-to-business, Alibaba. Pria yang ditaksir oleh Forbes memiliki kekayaaan senilai 29,8 miliar dollar Amerika Serikat ini juga pantang menyerah.
Prinsip hidupnya senada dengan Sukanto Tanoto. “Jangan pernah menyerah. Hari ini berat, besok lebih susah, tapi hari setelah esok akan ada sinar matahari,” ucap Jack Ma.
Bukan hanya para pengusaha yang memiliki pola pikir tidak murah menyerah Mantan petenis papan atas dunia, Bjon Borg, juga sama. Ia berkata, “Kekuatan terbesarku adalah kegigihan. Saya tidak pernah menyerah dalam sebuah pertandingan. Seberapa pun terpuruk, saya berjuang hingga bola terakhir.”
Dengan tekadnya, Borg menjadi salah satu petenis legendaris. Ia pernah menduduki peringkat pertama dalam daftar petenis single pria terbaik di dunia. Selain itu, sebelas trofi Grand Slam pernah ia menangkan.
Masih tidak percaya dengan kekuatan semangat pantang menyerah? Lihat saja prinsip hidup yang dipegang mendiang mantan Presiden Amerika Serikat, Richard. M. Nixon. Spiritnya dalam menggapai tujuan hidup tak pernah padam.
“Jangan biarkan kepalamu tertunduk. Jangan pernah menyerah, duduk, dan bersedih. Cari jalan lain,” ucap Nixon. Semangat itulah yang membawanya menjadi pemimpin ke-34 Negeri Paman Sam. Padahal, ia hanya berasal dari keluarga berkekurangan.
GIGIH SEJAK MUDA
Jangan bayangkan Sukanto pada zaman dulu seperti sekarang. Masa mudanya penuh perjuangan. Namun, karena tidak mudah menyerah, ia berhasil melewatinya dengan baik.
Bayangkan saja, ia lahir sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara dari sebuah keluarga sederhana. Untuk menyambung hidup, ayahnya berdagang bensin, onderdil mobil, dan minyak.
Namun, pada 1966, petaka menghampiri Sukanto Tanoto. Ia harus putus sekolah karena sekolahnya ditutup. Setelah itu, Sukanto Tanoto tidak bisa mendapatkan haknya untuk belajar karena ayahnya masih berstatus warga negara asing.
Tak lama berselang, petaka lain menghampiri. Ayahnya sakit keras. Mau tak mau, sebagai anak tertua, Sukanto Tanoto mengambil tanggung jawab. Ia harus mengelola usaha keluarga demi menyambung hidup.
Meski begitu, Sukanto Tanoto tidak pernah menyerah. Ia membuktikannya secara sederhana dengan terus menambah ilmu yang dimilikinya meski tidak bisa bersekolah. Bayangkan, Sukanto Tanoto mau belajar apa pun secara otodidak.
Pernah ia ingin belajar bahasa Inggris. Tanpa pendidikan formal yang dimiliki, Sukanto Tanoto tidak menyerah. Bermodal kamus Inggris-Tiongkok yang dimilikinya, ia memelajarinya sendiri. Alhasil, ia mulai bisa berbahasa Inggris.
Dalam bidang bisnis pun kegigihan Sukanto Tanoto malah terlihat. Meski tidak punya pengalaman sama sekali dalam industri yang ditekuninya saat ini, ia tidak takut untuk terjun. Sukanto Tanoto berani menjalankannya. Meskipun selalu ada tantangan, lagi-lagi ia tidak pernah menyerah. Buktinya adalah Sukanto Tanoto mau belajar dari siapa saja.
“Kalau di bisnis, kunci sukses saya adalah think, act, learn, baca, dengar, lihat. Kedua, kalau saya tidak tahu, saya tanya. Saya juga tidak merasa sungkan menceritakan kegagalan saya,” ujarnya lagi.
BANGKIT DARI KESALAHAN DAN KRISIS
Kegigihan Sukanto Tanoto membuahkan hasil. Royal Golden Eagle mulai berkembang pesat menjadi perusahaan besar. Ekspansi berbagai bisnis pun dilakukannya. Namun, pasti kembali ada aral melintang. Inilah yang akhirnya membedakan Sukanto Tanoto dengan pengusaha kebanyakan.
Pada 1983, ia mendirikan sebuah pabrik pulp and paper di kawasan Danau Toba di Sumatera Utara. Perusahaannya terus membesar dari waktu ke waktu. Namun, saat itu, pengelolaan limbah yang dilakukannya tidak optimal. Akibatnya tekanan mengarah kepadanya dan perusahaan.
Perusahaannya diminta tutup oleh berbagai pihak dan pemerintah. Menghadapi problem seperti itu, spirit khas Sukanto Tanoto terlihat. Ia tidak menyerah kalah. Bukannya melawan, Sukanto Tanoto mencari solusi atas permasalahan yang muncul.
Ia membuat sistem pengelolaan limbah yang memadai. Akibatnya bisnisnya kembali bergulir. Pengalaman itu bahkan dijadikannya pelajaran untuk berbagai bisnis barunya supaya tidak terjadi kesalahan yang sama.
“Apa yang saya pelajari dari situ, lalu saya pakai di tempat lain,” kata Sukanto Tanoto tentang pabrik pulp and paper berikutnya yang didirikannya di Riau.
Bukan hanya itu bukti kegigihan mental Sukanto Tanoto. Ia juga membuktikannya ketika krisis keuangan menerpa Indonesia dan Asia sekitar tahun 1997.
Kala itu, nilai tukar Rupiah menurun drastis. Akibatnya utang berbagai perusahaan maupun pembiayaan yang kebanyakan dalam dollar Amerika Serikat meningkat pesat. Hal tersebut merupakan mimpi terburuk bagi seorang pebisnis. Banyak perusahaan yang gulung tikar dan memutuskan hubungan kerja dengan para karyawannya.
Sukanto Tanoto tak bisa menghindarinya. Perusahaannya juga terkena imbas krisis. Kebangkrutan membayangi. Namun, karena merasa bertanggung jawab terhadap nasib para karyawannya, Sukanto Tanoto tak menyerah. Kembali ia berusaha mencari solusi atas masalah besar yang dihadapi.
Dengan berat hati, ia melepas sejumlah asetnya di Tiongkok. Dananya ia gunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo. Selain itu, Sukanto Tanoto juga bernegosiasi dengan pihak bank untuk menjadwalkan sisa utang yang lain.
Langkah berani yang diambilnya berbuah manis. Perusahaannya tetap eksis. Bahkan, bisa dilihat saat ini, grup Royal Golden Eagle terus berkembang semakin baik.
Andai saat itu Sukanto Tanoto menyerah terhadap terpaan krisis moneter, cerita bisa saja berbeda. Tidak akan ada lagi Royal Golden Eagle. Oleh karena itu, jika ingin seperti Sukanto Tanoto maupun para sosok sukses lain, ingatlah satu hal: jangan pernah menyerah terhadap tantangan. Hadapilah seberapa pun kesulitannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar